Thursday, November 1, 2007

Kesepakatan dalam Kepekatan Lahir di Tengah Keprihatinan


Guruh Gipsy: Kesepakatan dalam Kepekatan. Album ini terbilang berani di zamannya. Baik itu dari segi konsep maupun musikalitas. Bayangkan, di tengah serbuan musik pop ala Koes Plus, Guruh Gipsy hadir dengan mengusung aliran progressif rock. Mereka menggabungkan seni kontemporer khas Bali dengan alunan rock barat. Seperti yang dikatakan pengamat musik Denny Sakrie, karya ini merupakan sebuah eksperimen yang dianggap banyak menghabiskan biaya produksi dan memiliki nilai terobosan yang ambisius.

Album ini pun didapuk oleh para pengamat musik sebagai salah satu karya yang penuh dengan pengorbanan dan ambisi di saat penggarapannya. Meski demikian, bila dilihat dari angka penjualannya, album ini terbilang kurang sukses bahkan diabaikan pada masanya. Kini, album ini menjadi buruan banyak kolektor musik. Mereka rela merogoh kocek hingga jutaan rupiah demi mendapatkan album yang menjadi tonggak bagi lahirnya progressif rock di Indonesia ini.

Guruh Sukarnoputra, sebagaimana tertera dalam booklet Guruh Gipsy, mengatakan album ini sebagai salah satu proyek yang sangat mengesampingkan segi komersil. Album ini, menurut putra mantan Presiden RI Sukarno ini, dirilis sebagai bentuk kekecewaan atas maraknya serbuan musik asing. Guruh ingin menyentil masyarakat untuk senantiasa melestarikan kesenian Indonesia. Seperti tulisan yang tertera dalam album tersebut yaitu musik kami lahir dari keprihatinan.

Siapakah Guruh Gipsy? Band ini merupakan proyek gabungan antara seniman muda Guruh Sukarnoputra dan band Gipsy yang digawangi Chrisye (bass, vokal), Kinan Nasution (drum, vokal), Oding Nasution (gitar), Abadi Soesman (kibor) dan Roni Harahap (kibor). Kolaborasi ini terbilang unik. Guruh dikenal sebagai salah satu seniman kontemporer yang kerap bereksplorasi dengan musik Bali. Sedangkan, Gipsy kerap membawakan musik progressif rock ala Genesis, Emerson Lake and Palmer dan Gentle Giant.

Rekaman Guruh Gipsy yang dimulai Juli 1975 baru selesai November 1976. Mereka menggunakan studio rekaman Tri Angkasa yang tercatat sebagai studio rekaman 16 track pertama dan paling canggih peralatannya di Indonesia. Tidak heran teknologi itu menarik perhatian Guruh Gipsy menyelesaikan enam lagu "Bali rock" selama 16 bulan di studio di bilangan Jakarta Selatan itu.

Salah satu lagu yang paling monumental adalah Indonesia Maharddika. Nomor berdurasi 15 menit ini menggambarkan kejeniusan Guruh dkk dalam mengkomposisi tembang progressif rock barat tanpa menghilangkan unsur etnisitas Indonesia. Perpaduannya antara alat musik modern dengan alat musik etnik Bali seperti gamelan dan gerong. lirik tembang ini pun kental dengan kesan magis. Uniknya lirik tersebut mengandung nama keenam personel dari Guruh Gipsy tersebut.

Ada pula lagu Chopin Larung yang dinyanyikan Chrisye. Dalam lagu ini Guruh berkisah tentang kehidupan pariwisata dari Legian sampai Kayuaya. Keprihatinan terlihat pada suasana lagu ini. Guruh menyampaikan dampak negatif dari pariwisata, seperti masalah narkotika. Pergaulan, menurut Guruh, akan merusak seni budaya. Intervensi budaya asing digambarkan dengan menyelipkan komposisi klasik karya Chopin yang berjudul Fantasia Impromptu.

Pengerjaan rekaman ini terbilang pun cukup rumit. Salah satunya adalah banyaknya musisi yang ikut andil dalam rekaman ini. Buntutnya, studio yang berukuran sempit pun penuh dijejali banyak orang. Tak hanya itu, aransemen musik dengan instrumen modern Barat dan tradisional Bali juga memerlukan ketelitian penuh. Tak jarang, keputusasaan kerap menghadang mereka dalam pengerjaan album itu.

Menjelang akhir tahun 1976 album Guruh Gipsy pun dirilis. Sebuah karya kolosal telah lahir. Namun tak semua orang mengenal maupun menikmati album. Tapi siapa sangka, 30 tahun kemudian, album Guruh Gipsy menjadi album langka yang paling dicari orang. Bahkan, album ini pun menjadi topik diskusi dari penggemar musik rock progresif di Eropa, Jepang dan Amerika.(REN)

Dewa Smara Turun ke Marcapada


A
lam nan indah bagai senja di indraloka
KUmandang swara asmara membelah nusantara

CINta Dewa Smara tumpas angkara murka
Tatkala jiwa nan rusak dilanda gulana
Aku terlena penuh harapan di marcapada

Anugerah bagiku adalah cinta darinya
DI taman surgawi nan elok kita berjumpa
Selamanya di relung jiwa hanya ada dia
TIada lain selain kekasih para dewata