Friday, September 24, 2010

Kerja Bareng Bob Marley

Seperti biasa, aku datang ke sangkar burung Kedoya--begitu sebutan temanku untuk kantorku tercinta--untuk menghabiskan malam bersama segudang pekerjaan. Waktu menginjak pukul 23.00 WIB. Entah kenapa malam ini sungguh membosankan, terlepas dari perkenalanku dengan cewek magang yang aduhai (modus).

"Komputer-komputer ini. Meja-meja ini. Tembok-tembok ini. Semuanya membisu. Tak ada alunan nada-nada merdu. Padahal nikmat rasanya bila kita kerja ditemani musik. Ya, musik adalah bahasa universal, bahkan teman yang tak lelah berdendang hingga penghujung malam. Hampa dunia tanpa harmonisasi musik," kata ku dalam hati.

Bertahan ya mereka, teman-teman dan rekan kerjaku. Mereka menulis berita seperti robot. Angan membawaku kepada video klip Another Brick in The Wall part 2 dari Pink Floyd. Dalam video itu, manusia bagaikan budak. Siapakah tuan mereka? Tentunya rezim bak pemerintah otoriter yang dikenal dengan sebutan rutinitas. Bagai robot yang ditanam chip, mereka bergerak dan berbicara menurut perintah penguasa.


Apa gunanya bekerja bila kita seperti anjing yang dicocok hidungnya? Memang, selama berada di bawah suatu rezim, kita tidak akan bisa berbuat macam-macam. Ingin protes, apalagi demonstrasi? Jangan harap! Palingan, bila kita ingin berontak, perusahaan tinggal berkata "pecat (sarkastik)" atau "cari kerjaan lain gih (sinistik)."

Lalu solusinya? Ya, kita buat rezim itu menjadi menyenangkan. Orang-orang pintar, entah siapa namanya, pernah berkata bersahabatlah dengan musuhmu. Dalam hal ini, bila kita menganggap rezim adalah sebuah lawan, maka gandenglah lawanmu itu. Kita bersenang-senang di saat bekerja. Namun, tidak menurunkan kadar kualitas dari kinerja kita.

Seperti yang aku lakukan, yakni mendengarkan Bob Marley. Musik pemeluk agama Rastafaria itu bisa membuat aku tersenyum, meski aku tidak menghisap ganja (sori haram). Hidup itu indah. Nikmatilah tanpa harus bermusuhan dengan rezim. "Don't worry 'bout the thing. Cause, every little thing is gonna be alright," tutup om Bob seraya bernyanyi lagu Three Little Birds.

(RAS/250910)

Tuesday, September 21, 2010

Wonderous Stories

I awoke this morning
love laid me down by a river
Drifting I turned on upstream
Bound for my forgiver
In the giving of my eyes to see your face
Sound did silence me
leaving no trace
I beg to leave, to hear your wonderous stories
Beg to hear your wonderous stories

(Jon Anderson)

Monday, September 20, 2010

Biru

Biru
warna dimensi saat kubersua denganmu
menyelimuti permukaan tubuhmu
hatiku bak lembayung ditiup bayu

Biru
selalu menjadi warna untukku
kau bagai memar di ragaku
namun kau membuat wajah ini tersipu

Andai kau menjadi milikku...

(RAS/18092010)

Di Penghujung Senja...

Maukah kau menemani?
Duduk termenung di tengah taman ini
Menunggu tibanya gelap
Menanti lalunya sang senja

Sepenggal lirik lagu berjudul Sirna karya Yockie Suryoprayogo membuka tabir senja saat hari menapaki pukul 17.30 WIB. Senja menjadi nuansa yang terpapar dalam lagu itu. Ada kedamaian saat merenung, tanpa terbuai dalam lamunan tak terarah. Hangatnya sang surya menjamah tubuh ini dan menusuk hingga ke dasar kalbu.

Indah memang cakrawala senja. Redup mentari menghapus segala rindu dendam di dada. Suara kicau burung membahana, mereka pulang ke sarangnya. Malaikat turun ke marcapada, mereka menampakkan wujud bak manusia. Terdengar alunan kidung yang sendu dari musisi Ilahi. Dia mengantarkan awan lembayung kembali ke peraduan. Putri malam pun tak mau kalah. Dengan tangan halus dan senyum malaikatnya, dia siap membelah serta memeluk angkasa. Gulita menyelimuti, hanya bulan dan bintang nan benderang menyinari.

Senja memuat sejuta inspirasi bagi sejumlah insan. Jiwa sendu dan bahagia menyatu. Untaian kata-kata yang terangkai menjadi puisi atau prosa pun tercipta. Gugusan nada-nada indah tersirat dan menyatu menjadi sebuah lagu nan syahdu. Goresan tinta penuh warna memenuhi kanvas putih. Seketika, jadilah lukisan mashyur panorama ciptaan sang Khalik.

Bagiku, senja adalah suasana damai saat duduk di teras rumah. Ditemani secangkir teh manis hangat dan rokok yang terus mengebul. Embusan asap membawaku ke dalam suatu imaji senja. Sambil memandang langit jingga keemasan, aku terbuai dalam renungan. Megah dan menakjubkan memang kuasa Tuhan. Dia meracik nuansa petang, laksana pelukis yang memadukan warna indah dan mengubahnya menjadi suatu mahakarya. Dia bagai juru masak yang meramu bahan-bahan hingga menjadi santapan yang lezat.

Aku angkat cangkir dan seruput teh di dalamnya. Kusulut rokok, asap pun menyeruak. Tanpa dinyana, muncul imaji seorang gadis. Belum lama kukenal dirinya. Tapi dia cukup memiliki makna dalam hati. Ya, aku sayang dia. Aku terhempas di saat Dewa Cupid menancapkan panahnya di tubuhku. Tak bisa kupungkiri, inilah cinta. Bayangan itu semakin nyata. Bahkan gadis itu seperti tengah berbincang dengan diriku.

"Oh Tuhan, apakah aku sudah gila, seperti Qais si Majnun yang mengejar cinta Laila? Ataukah, senja tengah merasuk ke otakku dan menciptakan imajinasi liar? Dan kini aku terperangkap dalam imajinasi itu. Belenggunya mengikat jiwa dan raga. Aku bagai setitik debu di hamparan jutaan pasir," kataku, seraya mengerinyatkan dahi.

Gadis itu memang tengah membelah hatiku. Dia telah mengambil setengah bagiannya. Hanya bagian sisa yang kupunya. Andai bisa kusatukan kembali hati itu. Tapi aku tak bisa. Kini aku bagai manusia setengah mati. Separuh nyawa dan cintaku telah terbaang bersamanya. Menanti dia kembali. Aku hampa, seperti Nabi Adam saat kali pertama mencicipinya indahnya surga. Kesepian menyeruak, namun hati Tuhan tergerak. Dia menciptakan Hawa dari tulang rusuk Adam dan menjadikannya pasangan sehidup semati.

Kembali, kuhisap rokok dalam-dalam. Kuembuskan asapnya. Bayangan cinta itu hilang, namun senja menggantinya dengan nestapa. Dalam imajiku, tampak ayah tengah terbaring lemah di peraduan. Kelumpuhan menghalangi dia melihat puspa ragam dunia. Kini, dia hanya dikelilingi tembok bisu dan atap berbatas. Televisi dan radio menjadi mata dan telinga. Pandangan ayah menerawang. Matanya lembab, seolah air mata baru saja singgah di sana.

Memang, tak jarang aku melihat ayah berurai air mata. Menangisi nasib yang diderita. Kadang amarah pun singgah di hati, saat berupaya menerima kondisi diri. Tapi, tangan ayah tak kuasa mengusap air matanya. Dia lemah dan tak berdaya. Namun, semangat hidup terus berkobar di dada. Merah membara jika Tuhan mengupas hatinya helai demi helai. Selama 11 tahun, dia melakoni perjuangan yang penuh gejolak. Tangis, bahagia dan amarah dialami. Namun, ayah tetap mencintai hidup ini, meski sarat duka dan air mata siksa.

Dalam senja ini, ibu selalu memandikan ayah. Dia basuh tubuh lumpuh Ayah. Tak tersirat penderitaan di wajah ibu, yang ada adalah rona bahagia dan keikhlasan yang mendalam. Enggan dia melihat keluarganya bersedih. Kesal dia, jika getir hidup menyambangi ayah. Ibu adalah bumi dan surga bagi manusia, dia laksana pelita di saat malam menjelang. Tampak, surga terbentang di hadapannya. Jika saatnya tiba, malaikat kelak kan menyambutnya bagai bidadari yang baru pulang dari indraloka.

Tanpa sadar, air mata jatuh dan tumpah di dalam tehku. Oh Tuhan, bayangan itu membuatku beku. Aku kelu, tak berdaya. Senja membuat jiwa ini bagai selembar kertas tipis, terombang-ambing ditiup angin. Senja membawaku ke peraduan ayah. Di sana, kami menangis bersama, tertawa bersama, dan bahagia. Di sana, kami siap merasakan getir dan nikmatnya hidup.

Kutinggalkan senja, karena hari menjelang malam. Malaikat kembali naik ke surga. Cakrawala senja berganti dengan heningnya malam. Kini waktunya puisi malam tercipta. Kini saatnya sang bulan menyapa dunia. Seraya kubangun dari duduk, terdengar sayup-sayup suara adzan Maghrib dan alunan sunyi lagu Sirna.

(RAS/190910)

Wednesday, September 15, 2010

Kota Semarang

Banyak tempat di Kota Semarang, Jawa Tengah yang layak dikunjungi. Berbagai wisata, baik alam, religi atau kuliner tersedia di Semarang. Jalan-jalan menikmati tempat-tempat wisata di ibu kota Jateng ini merupakan pilihan tepat dalam mengisi liburan atau menyegarkan pikiran akibat aktivitas yang menumpuk.

Salah satu tempat wisata religi adalah Masjid Agung. Selain tempat ibadah, salah satu masjid terbesar di Asia Tenggara ini digunakan sebagai hotel, perkantoran, dan toko suvenir. Bangunan utama masjid adalah menara setinggi 99 meter. Menara dibangun sesuai dengan 99 nama Allah.

Menara sering digunakan untuk menentukan awal Ramadan. Pengunjung yang tertarik untuk naik menara ini harus membayar Rp 3.000. Di atas menara, pengunjung dapat melihat suasana Kota Semarang melalui teropong hanya dengan memasukkan uang koin Rp 500.

Ada pula Pagoda Avalokitesvara di kompleks Vihara Buddhagaya Watugong. Tempat ibadah umat Buddha ini dibangun pada 2005. Bangunan setinggi 40 meter dan gaya arsitek Cina ini ditetapkan Museum Rekor Indonesia sebagai pagoda tertinggi di Indonesia.

Sementara wisata kuliner salah satunya dijumpai di Kampung Laut yang merupakan rumah makan terapung terbesar di Semarang. Rumah makan menawarkan berbagai menu seperti bandeng saus kampung laut, cah baby kailan, salad buah dan minuman jus jagung. Sambil makan, pengunjung dimanjakan pemandangan laut yang indah.

Wisata di Kabupaten Semarang juga tak kalah dengan di kota. Salah satunya adalah Hills Joglo Villa di kaki Gunung Ungaran. Kawasan ini menyuguhkan suasana pedesaan asri karena dikelilingi areal persawahan. Berbagai rumah joglo juga terdapat di sini. Salah satunya, rumah yang dibangun 1822 di Desa Godong. Beberapa furnitur di dalamnya masih asli.

Berbagai fasilitas, seperti kolam renang dan galeri ada di rumah ini. Ketika memasuki galeri, pengunjung dapat melihat aneka lukisan, keramik maupun gerabah antik. Antara lain, gerabah antik yang ditemukan di Pulau Jawa dan Bali. Ada pula keramik antik yang berasal dari Vietnam.

Pengunjung yang ingin bernostalgia ke zaman Belanda, dapat singgah di Museum Kereta Api Ambarawa, museum tertua peninggalan Belanda. Banyak terdapat jenis lokomotif, seperti lokomotif yang beroperasi pada 1900. Lokomotif berkecepatan 75 kilometer per jam ini masih berbahan bakar kayu bakar. Pengunjung bisa berwisata jalan-jalan dengan lokomotif bermesin uap dengan membayar sewa Rp 3,25 juta.

Setelah puas jalan-jalan, pengunjung dapat mengisi perut di Warung Makan Mba Toen. Makanan khas yang ditawarkan warung ini ialah pecel keong. Kenikmatan keong sawah ini bisa dilengkapi dengan sayuran kol,toge, sawi dan daun semanggi.

Ada pula Kampung Kopi Banaran di Jalan Raya Bawen, Ambarawa. Berbagai fasilitas ditawarkan di kawasan ini antara lain kolam renang, lapangan tenis, tempat bermain, perkemahan, dan aula. Pengunjung bisa mengelilingi kawasan ini dengan menggunakan kereta wisata dengan membayar Rp 4.000.

Tak hanya melihat perkebunan kopi, pengunjung menyaksikan pemandangan alam yang indah. Sebab pengunjung dapat melihat lima gunung sekaligus, yakni Sumbing, Gajah Mungkur, Kelir, Elomoyo dan Merbabu. Untuk menutup perjalanan menyusuri kebun kopi, pengunjung menikmati panorama matahari terbenam sambil ditemani secangkir kopi dan sepiring gorengan khas.(REN)

Napak Tilas ke Makam Sang Juru Selamat

Air mata Yesus Kristus berderai. Kala itu Yesus meratapi ramalan kehancuran Kota Jerusalem. Kesedihan Yesus ditumpahkan saat berada di kawasan Dominus Flevit. Untuk memperingati peristiwa ini didirikanlah Gereja Dominus Flevit.

Tak hanya itu, di kawasan tersebut terhampar pula Taman Geisemani. Deretan Pohon Zaitun berusia ribuan tahun menghuni tanah tersebut. Taman ini pula menjadi tempat Yesus berdoa sebelum ditangkap prajurit Roma. Saat itu keringat Yesus bercucuran seperti darah yang menetes.

Di Kota Tua Jerusalem banyak berdiri bangunan dari abad 12. Salah satunya bangunan dimana Sang Juru Selamat menghadiri perjamuan terakhir bersama ke-12 muridnya. Di tempat ini pula dimakamkan Raja Daud, sang penguasa Jerusalem.

Singgah di Via Dolorosa. Kawasan ini menjadi saksi bisu saat Yesus berjalan membopong salib dengan mahkota duri di kepala. Lalu, Sang Juru Selamat disalib di Bukit Golgota. Di bukit inilah Yesus wafat dan dimakamkan hingga kemudian bangkit kembali.

Di Kota Jerusalem ada pula sebuah kawasan bernama Tembok Ratapan. Di ribaan tembok, umat Kristiani berdoa. Tak jarang doa ini dituliskan dalam secarik kertas yang ditaruh di dalam tembok.

Geming

Bangunlah tembok nan masyhur
Galilah jurang nan terjal
Namun ku tak gentar
Hingga berada di pelukan ajal.

Kudobrak penghalang itu
Kutaklukkan benci yang menyatu
Kau tahu,
Cinta tidaklah semu

Hati ini merah membara
Derap langkah sang smara bergema
Dewi Isytar pun merajut asa
Aku dibuai smaradhana...

Inspirasi

Sekian lama tak mencipta puisi
Mungkin bulanan bahkan tahunan
Kini sang inspirasi menjamahku
Menanti jari menggerayangi tuts ini

Inspirasi datang tanpa permisi
Bak petir di siang hari
Meski sedih dan mengiris hati
Tetap, itulah inspirasi