Saturday, December 29, 2007

Dunia Ini

Kala Sri Rama melesakkan panah
Dewi Sinta jatuh mendulang cinta
Kala Jatayu melebarkan sayapnya
Angkasa terpukau, langit terkesima

Dunia dengan segala keindahannya
Penuh cinta dan karya Sang Pencipta

Namun kumerenung seorang diri
Kumelihat rakyat menderita
Ada pada gerangan oh Tuhan?
Apakah ini karya ciptaan-Mu?

Air mataku terurai dengan dahsyat
Kedua tanganku menengadah
Kulantunkan doa ke hadirat-Mu
"Hapuskanlah penderitaan mereka,"

Kembalinya Sang Bahaduri

Sebilah pedang menancap di dadanya
Siapa nyana, dia bisa kembali berdiri
Mencabut sang mata pedang dari tubuhnya
Dan, melempar ke angkasa

Dengan langkah jumawa, dia berjalan
Menyusuri padang rumput nan tandus
Menyisir serumput demi serumput
Mencari titik terang menuju pintu kehidupan

Silau, sinar itu kian terang
Cahayanya menyentuh mata sang bahaduri
Terpejam dan terbelalak
Berupaya melihat dengan seksama

Sekejap, sang dewa perang turun ke bumi
Menemui bahaduri nan tersesat
Dia memberi wejangan seraya menyematkan sinar
Gilang gemilang tubuh satria bercahaya

"Kau kukembalikan ke bumi," kata dewa perang
Kuperintahkan kau tuk menumpas angkara murka
Menghilangkan duka nestapa di marcapada
Seraya menanti ajalmu kembali

Ku Menunggu


Kala sang surya menampakkan paras wajahnya

Kumelihat senyummu di kesyahduan suara pagi

Kecupan hangat kusematkan di kening mulusmu
Kau terdiam dan membalas kecupan di bibirku

Namun itu hanya impian manisku belaka
Kini dia jauh meninggalkan segala kenangan

Kutermenung sendiri menunggu

Menunggu saat dimana dirimu hadir kembali

Oh Tuhan, bawa dia kembali padaku
Aku mati menahan rindu mendalam

Oh Tuhan, maafkanku bila pernah menzaliminya

Aku menyembah memohon ampun kepada-Mu

Thursday, November 1, 2007

Kesepakatan dalam Kepekatan Lahir di Tengah Keprihatinan


Guruh Gipsy: Kesepakatan dalam Kepekatan. Album ini terbilang berani di zamannya. Baik itu dari segi konsep maupun musikalitas. Bayangkan, di tengah serbuan musik pop ala Koes Plus, Guruh Gipsy hadir dengan mengusung aliran progressif rock. Mereka menggabungkan seni kontemporer khas Bali dengan alunan rock barat. Seperti yang dikatakan pengamat musik Denny Sakrie, karya ini merupakan sebuah eksperimen yang dianggap banyak menghabiskan biaya produksi dan memiliki nilai terobosan yang ambisius.

Album ini pun didapuk oleh para pengamat musik sebagai salah satu karya yang penuh dengan pengorbanan dan ambisi di saat penggarapannya. Meski demikian, bila dilihat dari angka penjualannya, album ini terbilang kurang sukses bahkan diabaikan pada masanya. Kini, album ini menjadi buruan banyak kolektor musik. Mereka rela merogoh kocek hingga jutaan rupiah demi mendapatkan album yang menjadi tonggak bagi lahirnya progressif rock di Indonesia ini.

Guruh Sukarnoputra, sebagaimana tertera dalam booklet Guruh Gipsy, mengatakan album ini sebagai salah satu proyek yang sangat mengesampingkan segi komersil. Album ini, menurut putra mantan Presiden RI Sukarno ini, dirilis sebagai bentuk kekecewaan atas maraknya serbuan musik asing. Guruh ingin menyentil masyarakat untuk senantiasa melestarikan kesenian Indonesia. Seperti tulisan yang tertera dalam album tersebut yaitu musik kami lahir dari keprihatinan.

Siapakah Guruh Gipsy? Band ini merupakan proyek gabungan antara seniman muda Guruh Sukarnoputra dan band Gipsy yang digawangi Chrisye (bass, vokal), Kinan Nasution (drum, vokal), Oding Nasution (gitar), Abadi Soesman (kibor) dan Roni Harahap (kibor). Kolaborasi ini terbilang unik. Guruh dikenal sebagai salah satu seniman kontemporer yang kerap bereksplorasi dengan musik Bali. Sedangkan, Gipsy kerap membawakan musik progressif rock ala Genesis, Emerson Lake and Palmer dan Gentle Giant.

Rekaman Guruh Gipsy yang dimulai Juli 1975 baru selesai November 1976. Mereka menggunakan studio rekaman Tri Angkasa yang tercatat sebagai studio rekaman 16 track pertama dan paling canggih peralatannya di Indonesia. Tidak heran teknologi itu menarik perhatian Guruh Gipsy menyelesaikan enam lagu "Bali rock" selama 16 bulan di studio di bilangan Jakarta Selatan itu.

Salah satu lagu yang paling monumental adalah Indonesia Maharddika. Nomor berdurasi 15 menit ini menggambarkan kejeniusan Guruh dkk dalam mengkomposisi tembang progressif rock barat tanpa menghilangkan unsur etnisitas Indonesia. Perpaduannya antara alat musik modern dengan alat musik etnik Bali seperti gamelan dan gerong. lirik tembang ini pun kental dengan kesan magis. Uniknya lirik tersebut mengandung nama keenam personel dari Guruh Gipsy tersebut.

Ada pula lagu Chopin Larung yang dinyanyikan Chrisye. Dalam lagu ini Guruh berkisah tentang kehidupan pariwisata dari Legian sampai Kayuaya. Keprihatinan terlihat pada suasana lagu ini. Guruh menyampaikan dampak negatif dari pariwisata, seperti masalah narkotika. Pergaulan, menurut Guruh, akan merusak seni budaya. Intervensi budaya asing digambarkan dengan menyelipkan komposisi klasik karya Chopin yang berjudul Fantasia Impromptu.

Pengerjaan rekaman ini terbilang pun cukup rumit. Salah satunya adalah banyaknya musisi yang ikut andil dalam rekaman ini. Buntutnya, studio yang berukuran sempit pun penuh dijejali banyak orang. Tak hanya itu, aransemen musik dengan instrumen modern Barat dan tradisional Bali juga memerlukan ketelitian penuh. Tak jarang, keputusasaan kerap menghadang mereka dalam pengerjaan album itu.

Menjelang akhir tahun 1976 album Guruh Gipsy pun dirilis. Sebuah karya kolosal telah lahir. Namun tak semua orang mengenal maupun menikmati album. Tapi siapa sangka, 30 tahun kemudian, album Guruh Gipsy menjadi album langka yang paling dicari orang. Bahkan, album ini pun menjadi topik diskusi dari penggemar musik rock progresif di Eropa, Jepang dan Amerika.(REN)

Dewa Smara Turun ke Marcapada


A
lam nan indah bagai senja di indraloka
KUmandang swara asmara membelah nusantara

CINta Dewa Smara tumpas angkara murka
Tatkala jiwa nan rusak dilanda gulana
Aku terlena penuh harapan di marcapada

Anugerah bagiku adalah cinta darinya
DI taman surgawi nan elok kita berjumpa
Selamanya di relung jiwa hanya ada dia
TIada lain selain kekasih para dewata

Sunday, September 23, 2007

Udin Semakin Rindu

Kegundahan kian merajam raga Udin. Kerinduan semakin menguasai jiwa Udin. "Din, jangan ngelamun mulu. Ngapain sih lo??? Mikirin cewek mulu," teriak emak dari balik dapur. Emak pun langsung menggerebek kamar Udin.

Kontan, lamunan Udin buyar. Dewi berparas cantik tiba-tiba berubah menjadi sosok emak. Udin kaget bukan kepalang. Tatkala, dia melihat emak siap sedia menuangkan air ke muka Udin. Bukan dituang, tapi diguyur. Byuuuurr.

Udin kuyup. Baju lepek. Bohong kalo siraman itu tidak membangunkan Udin dari lamunannya. "Apaan sih mak?? Lagi enak mimpiin cewek," ucap Udin. Emaknya tidak mendengar. Bunda yang mengandungnya selama 9 bulan itu ngeloyor pergi.

Memang, si Udin selalu ngelamun semenjak ditinggal kekasihnya. Sang burung pulang ke sangkarnya. Kini jarak menjadi musuh Udin. Kangen menjadi sobat Udin. "Sedang apa dikau kekasih para dewata?? Aku merindukanmu sayang. Asmara kian menggerogoti. Puspa di taman kian layu tanpamu," ratap Udin.

Ternyata, cinta bukan hanya buta. Namun cinta semakin menutupi seluruh inderaku. "Dunia hampa. Aku buta. Pandangan gelap. Hanya ada kau dan cahaya-Nya," tutur Udin. Cinta telah membuai Udin. Dia terlena ke alam indraloka. Lupa akan marcapada.

Untaian Kerinduan

Tepat hari ini, tanggal 22 September 2007, burung itu telah kembali ke sangkarnya. Udin termenung. Meratap. Berharap bahwa dia kan mengurungkan niatnya. Dan, kekasih hati kembali ke Udin. Namun itu hanyalah mimpi.

"Oh Tuhan, persatukan kami kembali. Apa di dunia ini yang bisa membuatnya kembali sebelum pergi? Apa jadinya aku tanpa dia? Dialah yang menghiburku di saat susah? Dialah yang mengingatkanku di saat aku terlena akan harta benda. Hanya dia segalanya ya Tuhan. Gusti Allah," pinta Udin.

Udin mendongakkan kepalanya. Tangannya menengadah ke atas. Tanpa disadari, tangis bercucuran dari kedua bola matanya. Dia menangis. Isak tangis kerinduan. Isak tangis kepasrahan. Dan tentunya, menangis di pangkuan-Nya.

Dunia ini hampa. Tak berudara. Burung-burung pun berhenti berkicau. Orang-orang pun bagai mayat hidup[baca: zombie]. Entah kenapa kondisi ini semakin terungkap usai kau pergi. Hati ini tak bertuan. Menunggu saat dimakan harapan.

"Sepi. Smaradhana pun menggelora. Tanpa pelampiasan. Cintaku jauh. Aku merindukanmu kekasih para dewata. Aku membutuhkan senyum dan rona bibirmu. Sejuta kenikmatan terdapat pada surga di bibirmu, sayang," ucap Udin berharap.

Namun Udin langsung berdiri tegak. Diam sejenak. Menderapkan langkah jemawa. Dada terbuka lebar. Menatap masa depan secara optimistis. "Kondisi ini tak boleh berlarut-larut," kata si Udin.

Udin bertekad untuk mengubah kerinduan dan rasa kangen itu menjadi suatu usaha. Upaya yang bisa menghasilkan sesuatu. Hingga saatnya nanti, aku akan mempersuntingmu wahai kekasih para dewa.

"Tunggulah aku sayang. Saat ini kita memang jauh. Tapi nanti kita bisa bersama. Satu rumah. Tanpa seorang pun mengganggu kita. Aku wujudkan impian kita. Sebuah rumah mungil bertembok kayu. Kelak, kita dan titipan Ilahi akan menghuninya. Tunggu aku sayang," ucap Udin.

Friday, June 22, 2007

Kampus-Glodok Bersama Sang Dewi

Matahari tersenyum manis menggoda keringatku untuk keluar. Kususuri jalan menuju kampus teringat akan janji dengan seorang dewi yang mengajakku berburu piringan padat. Gerbang kampus kulewati seraya menyapa bapak satpam yang sedang berjaga. Terdengar senda gurau para mahasiswa di koridor kanan dan kiri. Ada pula yang diam termenung memikirkan bahan skripsi yang tak kunjung diterima dosen.

Hal itu sudah baru saja kulalui. Kini, hatiku terasa lega walau terkadang masih terngiang celaan para dosen penguji terhadap karyaku. Aku berjalan gontai ke perpustakaan. Terpampang di pintu perpustakaan, sebuah peringatan "Dilarang Berisik". Ironisnya, masih ada saja suara-suara bising yang kerap terdengar dari dalam tempat peminjaman buku tersebut.

Sebuah bilik berwarna coklat menjadi sasaranku untuk menaruh bokong yang sudah lama tak melihat tempat duduk. Bilik itu dikelilingi kayu berwarna coklat natural. Saking tingginya bilik tersebut, terkadang bisa menutupi separuh bahkan semua rupa kita. Waktu sudah menunjukkan pukul 11.00 WIB, namun sang dewi tak kunjung turun dari khayangan. Kendati demikian, penantian tersebut tak berpengaruh bagiku. Pasalnya, kuisi penantian tersebut dengan bayang-bayang paras sang dewi.

Saat yang ditunggu pun tiba, sang dewi menampakkan wajahnya. Dia jauh berbeda dengan penampilan sebelumnya. Sang dewi terlihat lebih cantik, bahkan paling cantik. Dengan kuncir domba bak Putri Leia dalam film antariksa Star Wars. Baju terusan berwarna coklat serta celana jeans melekat di tubuhnya. Dirinya bagai daun bermandi embun dingin, menyegarkan siapa saja yang menatapnya, Strange But Beautiful.

"Akankah Sang Pencipta marah bila aku mengajak salah satu malaikatnya berkelana?" inilah pertanyaan yang terbersit ketika kumelihat paras sang dewi. Pandanganku masih mengikuti gerak-gerik sang dewi. Memang, dia terlalu cantik untuk berada di bumi. Dia memandangku seraya menuju ke tempat peraduanku.

Degup jantungku semakin menggema mengisi ruas dadaku. Udara nan sejuk mengalir di tubuhku kala sang dewi duduk di samping. Kita berbicara mengenai rencana berburu piringan padat yang digemari olehnya."Kemana kita akan pergi?," tanyaku. Dia menjawab,"Ke Glodok aja, soalnya di sana lebih lengkap," tutur sang dewi seraya tersenyum padaku. Kendati banyak memperdagangkan piringan ilegal, namun Glodok menjadi salah satu tempat yang paling dituju untuk berburu piringan.

Sang dewi tak betah berlama-lama di ruang sesak penuh buku tersebut. Kontan, dia segera mengajakku ke tempat tujuan. Kulalui kembali lorong-lorong kampus yang kurang penyinaran. Ku mendongakan kepalaku menunjukkan kesombongan yang beralasan. Ini karena aku bersanding dengan seorang dewi tercantik yang pernah kutemui.

Kita berjalan beriringan tiada berusaha untuk membalap satu sama lain. Bahkan laju motor para mahasiswa pun tak menghalangi jalan kita. Panas terik begitu membakar kulitku. Anehnya, sang dewi sama sekali tak bergeming tatkala sinar sang surya membelai kulitnya. Dia hanya tersenyum simpul ke arahku dan berkata "Gak panas kok," ujarnya seraya melihatku yang bersimbah peluh.

Aku dan dia membelah jalan menuju tempat perhentian busway. Sebelumnya, kubertanya "lo gak apa-apa kalo naik bus,?". Lalu dia menjawab "Ga apa-apa kok, gw udah biasa nge-bus,". Kontan jawaban tersebut merajam benakku, pasalnya jarang sekali seorang dewi mau berhimpitan dan terkadang berdiri di dalam bus. Sugoi - kata Jepang untuk menggambarkan rasa kagum - terlontar dari mulutku.

Sesampainya di Halte Busway, Kita membeli tiket untuk masuk ke area tunggu bus. Kuberdiri di sampingnya, terkadang aku pun meliriknya untuk memancing pandangannya ke arahku. Namun, tatapan matanya tetap melurus ke badan jalan. Aku tetap memandangnya, walau dirinya tak bergeming. Pembicaraan pun mulai terjadi, kita berbicara mengenai kampung halaman kita yang notabene sama-sama di bumi parahyangan.

Sang dewi pun bercerita mengenai keindahan kampung halamannya yang tak jauh berbeda dengan keindahan sosoknya. Waktu berjalan seiring datangnya sebuah kendaraan besar berwarna merah dan bergambar sosok rajawali di sampingnya. Pintunya pun terbuka lebar bersamaan dengan terbukannya pintu halte. Kita pun berebut dengan penumpang lainnya untuk masuk ke dalam. Aku dan dia kaget ketika melihat keramaian di dalam bus tersebut.

Friday, May 25, 2007

Akhirnya kembali lagi...

hehehehehe.. men!! akhirnya gw kembali lagi ke dunia jurnalistik... fiuuuh.. setelah sempet nyasr jadi call center di salah satu operator - yang tidak bisa gw sebut namanya, karena takut jadi kontroversi. Di sini, kerjaan gw ngemeng.. ngemeng..dan ngemeng... sumpah... setiap abis login - istilah yang dipakai di sana untuk menunjukkan bahwa kita rajin bekerja -, pasti ada yang salah ama rahang gw.. pegel linu terasa di seluruh jajaran rahang ampe ke gigi-gigi geraham.

Apalagi, kalo udah yang namanya Call Wait - istilah yang dipakai saat suasana mencekam dimana telepon masuk tanpa henti-hentinya.. setaaann - dimana udah dipastikan mulut nyiplak trus.. plak..plak..plak.. trus kata-kata mutiara yang biasa dikeluarkan pelanggan sewaktu marah-marah, pasti keluar dari mulut call center sendiri. Contohnya, "anjing.. ni telepon kagak ada abis-abisnye... setan," ujar salah seorang call center atau bisa kata-kata yang berusaha dimanis-maniskan awalnya pada akhirnya juga keluar cacian seperti,"yoi.. keren juga jadi call center, bisa nanganin pelanggan sebanyak ini.. taaiiiiii," ujar salah seorang call center yang diam-diam bisa ngomong tai.

Tapi, di call center ini gw nemuin temen-temen yang asik-asik. walaupun pengertian asik disini dimaksudkan untuk mereka yang senantiasa ngecengin gw... tapi gw hanya tersenyum dan berkata "tai lo". Namun, gw yakin cengan itu adalah suatu bentuk keakraban diantara kami... kayaknya. Cengan-cengan seperti "homo lo ren"-walau disini gw udah berusaha meyakinkan kalo gw normal... KARENA EMANG GW NORMAL- atau panggilan-panggilan yang tidak sesuai nama aslinya... "njing, apa kabar lo??" atau "woi tai.. ambilin gw jadual donk," padahal nama org tersebut bukanlah anjing ataupun tai.. tapi nyatanya mereka hanya tersenyum manis ketika dipanggil dengan panggilan itu sambil mungkin berkata "enak aja lo manggil gw anjing, gw itu monyet tau," ujar salah seorang call center yang ada kemungkinan turunan monyet. Selain itu, ada kemungkinan juga bahwa dia percaya bahwa kita keturunan monyet bukan keturunan Adam atau mungkin dia adalah salah satu missing link yang dicari-cari oleh para peneliti. Dimana, missing link ini merupakan spesies yang menghubungkan antara monyet dengan manusia. Dasar Monyet... Dasar Nyemot...

Sekarang.. gw kerja di SCTV tepatnya di bagian website liputan 6. Di sini, gw merasakan kembali gairah yang telah lama hilang... gairah itu muncul ketika gw meletakkan tangan ini ke tuts keyboard dan mulai menulis.. hehehehe.. Alhamdullilah terima kasih atas kembalinya gairah dan semangat ini.

Indonesia Maharddika

INDONESIA MAHARDDIKA

Om Awighnam Astu
Dingaryan Ring Sasi Karo

Rohinikanta Padem
Nigitha Redite Prathama

Kilat Sapta Tusteng Natha
Nanta Mami Magawe Plambang

Aku Dengar Deru Jiwa
Bagai Badai Mahaghora
Di Nusantara Jaya

Cerah Gilang Gemilang
Harapan Masa Datang
Rukun Damai Mulia
Indonesia Tercinta
Selamat Sejahtera

Gunung Langit Samudera
Ruh Semesta Memuja


Guruh Soekarno Putra

LIRIK diatas ialah lirik dari lagu Indonesia Mahardika dari album monumental GURUH GIPSY Kesepakatan dalam Kepekatan. Hebatnya, lirik ini ditulis berdasarkan inisial nama dari keenam personilnya yaitu Oding Nasution, Keenan Nasution, Chrismansyah Rahadi a.k.a Chrisye, Roni Harahap, Guruh Soekarno Putra dan Abadi Soesman. Kata-kata yang dibold ialah inisial dari keenamnya.

Guruh Gipsy di Mata Pengamat Musik Denny Sakrie



Album Guruh Gipsy
Tonggak Musik Pop Indonesia

oleh Denny Sakrie / KPMI

Bila album Sgt Pepper's Lonely Heart's Club Band nya The Beatles (1967) dianggap sebagai tonggak revolusi musik pop dunia, maka rasanya tak berlebihan bila kita menyebut album Guruh Gipsy (1976) dari Guruh Gipsy sebagai tonggak musik pop Indonesia.

Banyak analis musik yang tersemat di album Guruh Gipsy yang kemudian menjadi semacam miles ahead terhadap kecenderungan bermusik di negeri ini. Seperti perpaduan antara musik Barat (baca: rock atau jazz) dengan musik etnik yang kini dilakukan banyak grup musik seperti Karimata, Krakatau, Discus, Simak Dialog dan banyak lainnya.

Atau simak ballad berbalut orkestra yang kerap dilakukan oleh pemusik-pemusik di masa kini. Uniknya tematik lirik lagu yang tertuang dalam album ini masih relevan dengan kondisi kita sekarang. Padahal rentang waktunya sudah 30 tahun, sejak album Guruh Gipsy dirilis pertamakali pada jelang akhir tahun 1976. Simak penggalan larik lagu Geger Gelgel ini:

Hasrat hati ingin membeber segala perilaku palsu
Degup jantung irama batel bagai derap pasukan Gelgel
Menentang penjajah angkara
Penindas dasar hak manusia
Wahai kawan nyalangkan matamu
Simaklah dalam babad Moyangmu

Atau simaklah perihal kontaminasi budaya yang diungkap dalam lagu Janger 1897 Saka:

Art shop megah berleret memagar sawah
Cottage mewah berjajar di pantai indah
Karya cipta nan elok indah
Ditantang alam modernisasi

Isu arus intervensi budaya Barat yang deras di negara ini jelas terungkap dalam lagu Chopin Larung yang berbalut bahasa Bali:

Sang jukung kelapu-lapu, santukan baruna kroda
Nanging Chopin nenten ngugu
Kadangipun ngarusak seni budaya
(Perahu terombang-ambing ,karena dewa laut murka.
Namun Chopin tiada memahami bangsanya merusak seni budaya)

Pada lagu yang salah satu frasa-nya menyusupkan komposisi klasik Fantasia Impromptu karya Chopin dengan gamelan Bali ini, dikiaskan rasa prihatin Guruh terhadap intervensi budaya asing yang disimbolkan pada Fryderyk Franciszek Chopin, komposer klasik Polandia.

Kolaborasi antara Guruh dengan grup band Gipsy ini bisa dianggap semacam simbiose mutualisme.Guruh yang sangat menguasai budaya Bali bertaut dengan Gipsy, grup rock yang paham pakem rock progresif seperti repertoar dari Genesis, Yes maupun Emerson Lake and Palmer (ELP) yang pernah mereka mainkan. Jadi tak heran dibagian interlude Janger 1897 Saka tiba-tiba menyeruak notasi dari outro lagu Watcher Of The Skies nya Genesis.

Proyek Guruh Gipsy ini didukung oleh Guruh Soekarno Putera (piano,gamelan), Keenan Nasution (drum,vokal), Chrisye (vokal,bass), Roni Harahap (piano,kibor), Oding Nasution (gitar) dan Abadi Soesman (synthesizers). Sebuah eksperimen yang dianggap banyak menghabiskan biaya produksi dan memiliki nilai terobosan yang ambisius. Meskipun sebetulnya menyandingkan dua kultur musik yang berbeda bukan hal yang tak pernah dilakukan orang sebelumnya.

Si 'bengal' Harry Roesli (alm) dan berbagai nama lainnya pernah melakukan hal yang sama. Bahkan di tahun itu baru saja dirilis album eksperimen Bali Agung yang menggabungkan musik rock dan musik tradisional Bali oleh pemusik eksperimentalis Jerman, Eberhard Schoener.

Membaurkan gamelan dan musik tradisional, sebetulnya bukan sesuatu yang baru. Komposer Jean Claude Debussy pun telah melakukan hal tersebut dalam ranah klasik. Juga ada pemusik Kanada Collin McPhee yang sejak era 1930-an telah membuat komposisi yang bertumpu pada seperangkat gamelan bertajuk Tabuh-tabuhan (1934).

Bahkan, Jim Morrison dengan The Doors nya, telah melakukan hal serupa. Pada pada album LA Woman The Doors (1971) termasuk pula album solo Ray Manzarek bertajuk The Golden Scarab hingga Bali Agung Eberhard Schoener (1976).

Tetapi Guruh Gipsy ternyata memiliki pesona tersendiri, karena mereka tak hanya melakukan eksplorasi bunyi belaka melainkan juga pada tema penulisan lirik yang memasuki wilayah kritik sosial. Coba amati sampul album Guruh Gipsy yang menampilkan kaligrafi Dasabayu, berupa rangkaian 10 aksara Bali dengan arti dan makna tertentu pula. Yaitu I-A berarti kejadian dan keadaan, A-Ka-Sa berarti kesendirian dan kekosongan, Ma-Ra berarti baru, La-Wa berarti kebenaran dan Ya-Ung berarti sejati.

Konon, kombinasi ke 10 aksara itu di zaman dahulu kala oleh orang Bali diyakini memberikan tuah. Dan gabungan aksara Bali itu sepenuhnya diterjemahkan sebagai suatu keadaan hampa atau kosong yang nantinya akan berubah menjadi kebenaran yang hakiki. Mungkin kita sepakat, jika menelaah lebih jauh, album Guruh Gipsy adalah sebuah mahakarya. Sebuah karya yang menyita banyak pikiran, tenaga dan pengorbanan dalam proses penggarapannya. Dalam catatan saya, album Guruh Gipsy yang hanya dicetak sebanyak 5.000 keping kaset ini harus melalui masa penggarapan yang sangat panjang dan melelahkan.


Album Guruh Gipsy yang disampul depannya menyertakan tagline: 'kesepakatan dalam kepekatan', memulai masa proses rekaman pada Juli 1975 dan berakhir pada November 1976. Tahap awal proses rekaman berlangsung dari Juli 1975 hingga Februari 1976 dan menggarap sekitar empat lagu, Geger Gelgel, Barong Gundah, Chopin Larung serta sebuah lagu yang belum diberi judul namun akhirnya tidak jadi dimasukkan dalam album.

Tahap selanjutnya berlangsung selama sebulan penuh mulai dari Mei-Juni 1976 dan menghasilkan 4 lagu yaitu Smaradhana, Indonesia Maharddhika, Janger 1897 Saka dan Chopin Larung yang harus direkam ulang karena masalah teknis. Hal serupa juga dialami lagu-lagu lainnya seperti Barong Gundah dan Chopin Larung. Hingga akhirnya tahap terakhir berupa proses mixing yang berlangsung sekitar 5 bulan mulai dari Juli 1976 hingga November 1976.

Menjelang akhir tahun 1976 album Guruh Gipsy pun dirilis. Sebuah karya eksperimen telah lahir. Namun tak semua orang mengenal maupun menikmati karya kolosal ini ketika album ini dirilis ke pasaran. Tapi siapa nyana, 30 tahun kemudian, album Guruh Gipsy menjadi album yang paling banyak dicari-cari orang. Mungkin karena faktor kelangkaannya, album ini pun menjadi topik diskusi dari penggemar musik rock progresif di Eropa, Jepang dan Amerika.

Bahkan beberapa radio yang memutar dan mengapresiasikan musik rock progresif seperti yang dijumpai di Swiss, Belgia hingga Kanada memutar dan mengulas album Guruh Gipsy ini. Dari ukuran industri album Guruh Gipsy memang tidak memenuhi target penjualan, namun dalam pencapaian artistik album Guruh Gipsy bisa dianggap sebagai inspirasi untuk generasi setelahnya. Persis sama dengan album Sgt Pepper's Lonely Heart's Club Band nya The Beatles yang gagal dalam pemasaran,namun dianggap telah mencapai titik revolusi dalam musik pop.

(Republika, 12 Juni 2006)