Sunday, March 30, 2008

Nona Manis Bercelana Pendek

Celana pendek selutut. Warnanya hitam. Kantongnya lumayan banyak. Namun itu bukan berarti dia pencopet ataupun bajing loncat. Sebab dia manusia. Dasar nona manis itu. Dia memang beda. Selalu mengenakan celana pendek. Nona manis itu betah. "Adem," katanya.

Buntutnya saban hari entah itu siang atau malam. Pagi atau petang. Baik itu di kala serius maupun santai. Celana pendek selalu merekat di tubuhnya. Sekali lagi "Adem," tegasnya. Aku curiga kata adem ini hanya sebatas wacana. Dia beralasan.

Kalau kita tengok ke belakang. Pada 2006 silam, banjir merendam kediamannya. Di suatu tempat yang dihuni naga merah pembawa keberuntungan. Begitulah orang Cina bilang. Wajar wilayah tersebut didominasi warga Tionghoa.

Nona manis tentu saja kalang kabut. Air di kediamannya kian meninggi. Kota tersebut kontan menjadi laut berwarna coklat. Nona manis kian gelisah. Selama bencana nasional itu, dia setia mengenakan celana pendek. Alasannya buat menghindari air.

Bukan cuma celana pendek. Sendal jepit merek Swallow juga kerap dipakai untuk menyisir jalan. Langkah demi langkah dilalui. Sendal jepit pun mengerang lantaran diinjak majikannya. Namun si nona manis tak peduli. Toh sendal jepit hanyalah benda mati. Dia tidak bisa protes.

Lama ku tak bersua dengannya. Kini ulat itu telah keluar dari kepompongnya dengan predikat baru. Kupu-kupu. Dia terbang mengangkasa. Bayu menjadi kendaranya. Lembayung mengantarkannya ke udara. Sang surya menyambut meski hampir terbenam.

Kini celana pendek telah ditanggalkan. Sendal jepit sudah disimpan rapat-rapat. Tadi aku bertemu. Dia mengenakan celana jeans panjang berwarna biru. Raut dewasa telah terlihat di wajahnya. Warna merah pipinya kian merona. Dia semakin cantik. Aku terpana.

No comments: