Sunday, September 11, 2011

Menjadi Desainer Dambaan Industri

Di era yang sarat kreativitas dan inovasi, seorang desainer bisa diibaratkan sebagai agen perubahan. Maklum, suatu perubahan tercipta dari ide kreatif seorang desainer. Lebih dari itu, bahkan kreasi serta inovasi dari seorang desainer acap kali dipandang sebagai modal dan wujud eksistensi suatu perusahaan, terutama yang bergerak di bidang creative industry atau industri kreatif.

Agar bisa terjun ke dunia industri, desainer tentunya harus dipersiapkan secara matang. Serangkaian pembekalan pun dilakukan oleh perguruan tinggi. Salah satunya oleh BINUS INTERNATIONAL. “Untuk mempersiapkan anak didik terjun ke industri, kita banyak memberikan real project,” ujar Dra. Vera Jenny Basiroen, MFA, Head of School of Art and Design BINUS INTERNATIONAL.

Real Project

Apa itu real project? Dalam real project ini, mahasiswa diberikan tugas atas permintaan klien dari suatu instansi atau perusahaan. Nantinya, klien dari luar itulah yang menilai mereka.

“Contohnya ketika pengajar kita membawa klien dari perusahaan cokelat. Mahasiswa diminta mendesainnya. Cokelat ini berlapis emas. Nah, jika menang, mahasiswa diberikan reward dari perusahaan sebagai bentuk apresiasi. Desain mahasiswa itupun digunakan,” ujar wanita yang karib disapa Jane itu saat ditemui di Kampus Joseph Wibowo Center, Jakarta Pusat, Jumat (9/9).

Menurut Jane, apresiasi seperti itu sangat diperlukan, dan menjadi bagian dari strategi pembekalan dari universitas. Dengan begitu, mahasiswa antusias membuat tugas. Tak hanya itu, real project juga memacu mahasiswa untuk belajar dalam hal mendesain, sebelum terjun ke dunia industri.

Magang

Magang atau internship bisa menjadi suatu jalan untuk merambah dunia industri. Diibaratkan, proses magang sebagai kawah candradimuka bagi seorang calon desainer untuk lebih mengenal perusahaan dan dunia industri.

“Sejauh ini, kebanyakan dari yang magang langsung dipekerjakan oleh perusahaan itu. Bahkan, sebelum internship pun sudah ada banyak tawaran. Sebut saja, Leo Burnett Advertising Agency, perusahaan advertising internasional. Perusahaan itu bekerja sama dengan BINUS dan memfasilitasi mahasiswa yang ingin magang di sana. Ada pula yang langsung diminta bekerja,” pungkas Jane.

Kendati demikian, kata Jane, mahasiswa BINUS memiliki kualitas yang baik di mata sejumlah industri. Hal ini lantaran pengajarnya yang notabene adalah pakar dan pelaku di dunia desain. “Jadi tidak kaget juga, industri tahu kualitas anak-anak kita,” ungkap Jane.

Apa yang dibutuhkan industri?

Untuk terjun ke dunia industri kreatif, seorang desainer harus memiliki kriteria dan kualifikasi. Ini pula yang menentukan bargaining position seorang desainer di mata perusahaan. Salah satunya adalah kreatif. “Seorang desainer tentunya harus kreatif dan inovatif. Karena itulah, terus melakukan riset dan do sketches (sketsa) untuk mencari ide-ide terbaru,” tutur Jane.

Selain itu, industri juga memerlukan desainer yang tidak terlalu idealis. Sebab, desainer yang terlampau idealis enggan mengikuti kemauan industri serta tren pasar. “Jangan terlalu idealis. Harus ada kompromi, dan idealnya tidak boleh dibawa terus. Boleh ideal, asalkan tidak mengganggu. Open your mind, serta mau menerima kritikan,” ujar Jane, menasehati.

Namun, imbuh Jane, ada satu hal yang harus dihindari setiap desainer: aksi plagiat. Menurut Jane, banyak desainer-desainer pemula yang ogah repot. Lalu, mereka mengambil desain orang lain dan mengklaim sebagai desain miliknya.

“Boleh saja melakukan riset terhadap karya orang lain, tapi jangan menduplikat! Nah, untuk menghindari praktek plagiat, kami menggunakan sketch book di BINUS. Dari sketsa itulah, kami mengetahui proses dari awal sampai akhir saat mahasiswa membuat karya mereka,” kata Jane.

Hal senada dilontarkan Alif, salah seorang desainer di sebuah instansi pendidikan. Untuk menghindari aksi plagiat semacam ini, kata Alif, seorang desainer dituntut untuk berpikir out of the box atau di luar hal yang dipikirkan orang lain.

Lontarkanlah ide dengan imajinasi terliar. Itulah cara berpikir out of the box. Namun, untuk mengeksekusi ide kreatif tersebut, dibutuhkan pemikiran inside the box, yakni sesuaikan dengan lingkungan dan perusahaan,” pungkas Alif.

Perkembangan Dunia Desain di Indonesia

Sejauh ini, menurut Jane, perkembangan dunia desain grafis di Indonesia sudah kian maju. Ini terlihat banyak dibutuhkannya tenaga desainer, bahkan ada pula yang berwiraswasta. Mereka mendesain suatu produk agar bisa bersaing dan mendapatkan tempat di hati khalayak. Semakin kreatif desainnya, semakin menuai perhatian pula produk tersebut.

Kondisi saat ini sudah mendukung desainer untuk terus berkarya. “Tren dunia acapkali mengacu kepada desain-desain di negara maju. Namun, saat ini, banyak juga desainer-desainer Indonesia yang sudah bisa mempengaruhi tren dunia. Batik, misalnya, menjadi salah satu pakaian resmi dan menarik perhatian masyarakat internasional,” ungkap Jane.

Sebagai bangsa Indonesia, seorang desainer harus bisa mengangkat kebudayaan daerah di Tanah Air. Pasalnya, menurut Jane, masih banyak motif dalam kebudayaan Indonesia yang belum tergali. Itulah, imbuh Jane, yang harus menjadi motivasi para desainer untuk terus memperkenalkan kebudayaan Indonesia di depan masyarakat internasional.(RA)

No comments: