Tuesday, August 16, 2011

kemerdekaan dan nasionalisme

bilangan 66 telah menghiasi langit dan membelah cakrawala indonesia. sang saka merah putih telah dikibarkan di setiap penjuru nusantara. tak terkecuali, kantor pemerintahan indonesia di seberang lautan sana. masyarakat mengagung-agungkan nama indonesia semata, kemerdekaan yang telah digenggam tangan kita.

tapi benarkan kita sudah merdeka? mari kita tengok. penjajahan zaman baheula mungkin telah berakhir. semua licin tandas dihujam bambu runcing dan timah panas para pejuang. kita menasbihkan 17 agustus 1945 sebagai hari kembalinya kemerdekaan di bumi pertiwi. saat itu, rakyat bersorak sorai menyambut.

namun, bukan penjajahan itu yang kita takuti. ada iblis yang terendap di peraduan naluri, setan yang terpacu membinasakan sang malaikat. sebuah penjajahan dalam bentuk moral dan mental. sebut saja, keserakahan, kesombongan, kelaliman, kejahatan, dan masih banyak lagi. lalu apakah arti kemerdekaan?

merdeka memiliki banyak makna. bisa jadi suatu kondisi ketika kita terbebas dari segala rupa belenggu, baik itu nafsu maupun angkara. atau, merdeka bisa jadi hanya sekadar utopia, sebuah kondisi yang hanya ada dalam impian serta angan. kondisi ketika kebaikan dan positivisme memenuhi seluruh bumi nusantara.

tapi, merujuk dari sana, apakah kita bisa dikatakan merdeka? tengok saja, para manusia yang menghuni bantaran jalan, mulai dari bayi merah hingga lansia bau tanah. mereka mengais mimpi, dan mencari rezeki. kita tidak bisa menyalahkan mereka, dan saya yakin pemerintah pun enggan disalahkan. inilah suasana yang sulit diterima oleh logika.

kita mengagungkan kemerdekaan. seluruh rakyat berpesta. bila dilarang, mungkin mereka akan berkata "kapan lagi kita merayakan kemerdekaan kita?" atau "sekali-sekali kita berpesta untuk merayakan kemerdekaan". dan pertanyaannya adalah: kemerdekaan milik siapa? milik mereka atau milik mahluk jalanan? milik TKI kita di Jeddah? milik para koruptor?

nasionalisme! ketika euforia kemerdekaan menyelimuti, masyarakat berkoar-koar meneriakkan nasionalisme. seluruh elemen, mulai dari aksesori hingga foto display di ponsel, diganti dengan warna suci merah dan putih. "mana nasionalisme kalian?" koar mereka. seraya bangga, mereka memamerkan sang saka merah putih.

ya, mereka tidak salah. memang sudah seharusnya rasa nasionalisme tertanam. namun, apakah nasionalisme itu hanya hadir di saat dunia menapaki 17 agustus? mereka lah yang tahu jawabannya. nasionalisme bukan hanya berada di pelupuk mata maupun di ujung lidah, namun ada di relung jiwa, di dada yang tersemat arwah garuda.

bagaimana memaknai 17 agustus? hari kemerdekaan bukanlah euforia. tak seperti piala dunia, yang hanya datang empat tahun sekali. namun, hari kebesaran ini seharusnya menjadi cermin bagi bangsa untuk berbenah. tujuannya, agar lebih menelusuri arti dari nasionalisme sebenarnya, bukan hanya sekadar suasana ataupun euforia semata.

seharusnya kita setiap hari berbenah. nasionalisme yang ada terus menempel di jiwa. kita tengok negeri ini, kemerdekaan itu bukan milik mereka yang ada di pinggir jalan, tapi milik kita yang mampu untuk berpesta. namun bisakah kita berpesta, sedangkan mereka mengais sisa? tanyakan pada diri masing-masing. kita hidup di atas bumi yang tengah menangis.

selamat hari ulang tahun kemerdekaan indonesia. jayalah di laut, darat dan udara. sekali lagi, jangan salahkan indonesia atas apa yang terjadi. namun, salahkan para penghuni yang telah merusak indonesia dan mencoreng namanya di buana, serta mengotori darah pendahulu kita.

semoga kita bisa memaknai hari kemerdekaan ini, serta menyimpan nasionalisme di hati yang terdalam. bukan sekedar euforia, dan hilang begitu saja ketika 17 telah berlalu.

cerah gilang gemilang
harapan masa datang
rukun damai mulia
indonesia tercinta
selamat sejahtera
gunung langit samudera
ruh semesta memuja

(guruh gipsy, indonesia maharddika)

(ras/17082011)

No comments: