Thursday, August 4, 2011

untitled

setiap perjalanan pasti memiliki akhir. ya, penghujung yang cemerlang maupun sarat nestapa. aku menjejakkan kaki ini di tanah yang sangat asing. raga ini melayang seperti sosok jatayu, penguasa angkasa. sayapnya berlumur darah, usai diterjang keganasan sang dasamuka. kekosongan memicu ajal bagi dirinya. dia pun tenggelam dalam lautan kesedihan

saat kuberada di keramaian. hingar bingar alunan nada memekakan telinga. ribuan manusia larut dalam bahagia dan ceria. dan aku hanyalah aku. manusia yang dipeluk nestapa. meski dia tersenyum, raut sedih tetap menjamahku. jalanku gontai. kutapaki jejak demi jejak. aku sendiri di tengah keramaian. aku bagaikan bunga layu di kolam yang kering.

aku teringat selalu dirinya. sebuah sosok yang enggan kuhapus dari ingatan. sosok yang membawaku ke alam kerinduan, kini. aku, jiwa ini memuja dirinya, seperti napoleon mencintai josephine dan hitler menyayangi eva braunn. kedua pasangan itu membawa kasihnya hingga ajal bersayap putih tiba. dan raga membeku, nyawa pun berlalu.

tak kuharapkan pertemuan usai sekian lama berpisah. aku ingin saat ini menjadi satu. andaikan "suatu saat nanti" menjadi "segera". seperti diceritakan charles dickens dalam the great expectation. alkisah, pip dan estella bertemu kembali di rumah yang menyimpan berjuta kenangan. sebuah lingkaran yang kembali menyatu usai lama berkelana.

masih terasa debu senja di jejak yang dia berikan. bulir-bulir kecil tak pelak menyentuh tubuh ini. tersimpan pula, sentuhan lembut dan panggilannya kepadaku. bukan hanya ingatan, lekatan itu juga mengisi seluruh jiwaku. indah, tiada cacat sedikitpun. ada sedikit goresan. tapi apa artinya luka kecil di tubuh yang diagungkan sang smara.

ada satu impianku. aku harap takdir berbaik hati, memberikan cahaya abadi. ketika aku dan dia akan dipertemukan kembali, entah kini, lusa atau nanti. tapi aku terus berharap. ya, harapan yang membuat manusia menjadi manusia, bukan tuhan ataupun malaikat. harapan aku bersua dengannya di tempat kami mengucap perpisahan.

klise mungkin. terdengar seperti roman yang cengeng dan drama berlarut-larut. namun bukannya hidup itu adalah suatu roman. hanya saja, aku menggunakan bahasa yang terkesan sendu atau sedih. ya, karena itulah suasana hatiku. aku kehilangan sebuah sosok, seperti kahlil gibran merindukan selma karamy yang diabadikan dalam sayap-sayap patah.

kisah ini bukanlah antiklimaks. kita sendiri tidak tahu kapan kita akan mencapai antiklimaks ataupun klimaks. yang jelas, klimaks hidup kita adalah kematian. sebab, kematian tak akan membuat kita menyusuri lika-liku kehidupan. kita hanya jasad yang kelu dengan jiwa berkelana dari satu alam ke alam lain. namun bukan di sini.

aku tidak akan menyerah. takdir masih menggandeng tangan ini ke arah yang tak bisa diingkari. namun aku masih di sini, terjerat cinta yang tak pernah mati, dilumuri jiwa yang dipenuhi risalah hati, bertahan dalam jalinan kerinduan ini.

"Stars, hide your fires! Let not light see my black and deep desires," (William Shakespeare, Macbeth)

(ras/05072011)

No comments: