Monday, January 30, 2012

Guruh Gipsy, Tonggak Kelahiran Prog-rock di Indonesia

Dentang bunyi gamelan terus membahana, menyelimuti atmosfer progressif rock yang terus mengalun. Kemudian, suara koor penyanyi wanita menyenandungkan lirik lagu bernuansa kemerdekaan dan kemegahan alam Indonesia. Atmosfer inilah yang tertera dalam lagu "Indonesia Maharddika" dari band lawas, Guruh Gipsy.

Ragam inovasi yang dihasilkan oleh band beranggotakan Guruh Sukarno Putra (komposer), Chrisye (bass, vokal), Oding Nasution (gitar), Roni Harahap (piano), Abadi Soesman (keyboard, synthesizer), dan Kinan Nasution (drum, vokal) ini. Inovasi ini tersirat dalam satu-satunya album mereka, "Kesepakatan dalam Kepekatan", yang dirilis pada 1976.

Dalam album yang terbilang "berani" di zamannya ini, Guruh Gipsy menyilangkan alunan rock barat, yang terdapat di bebunyian alat musik elektronik dan seni kontemporer khas Bali, yang ada pada suara gamelan. Kolaborasi ini cukup langka di dekade 1970-an, meski sebelumnya sudah ada beberapa band yang melakukan hal ini.

Seperti dikatakan oleh pengamat musik, Denny Sakrie, karya ini merupakan sebuah eksperimen yang dinilai banyak menghabiskan biaya produksi dan memiliki nilai terobosan yang ambisius. Bahkan, album ini didapuk oleh pengamat musik sebagai salah satu karya yang sarat pengorbanan dan ambisi kala penggarapannya.

Kendati demikian, bila dilihat dari angka penjualannya, album ini terbilang kurang sukses. Bisa dikatakan, diabaikan pada masanya. Namun, kini album ini menjadi buruan kolektor musik. Mereka rela merogoh kocek hingga jutaan rupiah demi mendapatkan album yang menjadi tonggak bagi lahirnya progressif rock di Indonesia ini.

Rekaman "Kesepakatan dalam Kepekatan" dimulai Juli 1975 sampai November 1976. Mereka menggunakan studio rekaman Tri Angkasa di bilangan Jakarta Selatan, yang tercatat sebagai studio rekaman 16 track pertama dan paling canggih di Indonesia. Tidak heran teknologi itu menuai antusiasme Guruh Gipsy menyelesaikan enam lagu selama 16 bulan di studio itu.

Salah satu lagu mereka yang paling monumental adalah "Indonesia Maharddika". Nomor berdurasi 15 menit ini menggambarkan kejeniusan Guruh mengkomposisi tembang progressif rock barat tanpa menghilangkan unsur etnisitas Indonesia. Perpaduannya antara alat musik modern dengan alat musik etnik Bali seperti gamelan dan gerong.

Tak hanya dari segi musik, Guruh pun memiliki terobosan dalam pakem penulisan lirik. Padahal, saat itu, industri musik Indonesia digempur oleh lagu-lagu berlirik lugas dan berbau kisah cinta. Namun, Guruh hadir dengan lirik berisi tentang sosial dan budaya, yang ditulis dengan gaya bahasa puisi dan metafora alias pengandaian.

Dalam booklet Guruh Gipsy, sang kreator Guruh Sukarnoputra, mengatakan album ini sangat mengesampingkan segi komersil. Album ini, menurutnya, dirilis sebagai bentuk kekecewaan atas maraknya serbuan musik asing. Guruh ingin menyentil masyarakat untuk melestarikan kesenian Indonesia. "Musik kami lahir dari keprihatinan," kata Guruh.

Guruh Gipsy

Siapakah Guruh Gipsy? Proyek ini tercetus usai kepulangan seniman muda yang juga putra mantan Presiden RI, Guruh Sukarno Putra, dari Negeri Belanda. Guruh, yang dikenal paham dengan budaya Indonesia, terutama Bali, langsung menggandeng band Gipsy yang digawangi Chrisye, Kinan Nasution, Oding Nasution, Abadi Soesman dan Roni Harahap.

Kolaborasi ini terbilang cukup unik. Guruh telah dikenal sebagai seniman kontemporer yang kerap bereksplorasi dengan musik Bali dan tarian-tariannya. Sedangkan, nama band Gipsy mengharu-biru karena keberaniannya membawakan musik progressif rock ala Genesis, Emerson Lake and Palmer, Yes dan Gentle Giant.

(ras/31012012)

No comments: