Tuesday, January 24, 2012

HIDUP INI APALAH!

“Hidup ini apalah.” Kalimat ini seringkali didengungkan teman-teman saya ketika tengah bekerja. Dan, saya pun hanya tertawa-tawa membayangkan kata yang terus-menerus diulang dan seolah disematkan ke nadi ini. Mungkin hanyalah sebentuk candaan dan ocehan. Namun, sedemikian mengenanya kalimat ini ketika dia berucap.

Memang, hidup ini jangan dibuat pusing, dan dipikirkan sedemikian beratnya. Apa pasal? Hal rumit akan menjadi rumit jika dipandang dari perspektif kerumitan manusia. Sebaliknya, hal yang mudah akan menjadi lebih mudah jika tahu paradigma kemudahan itu. Karena itulah, terlontar kata hidup ini apalah alias jangan terlalu dipikirkan.

Teringat, perilaku seorang teman yang tak kunjung mengenal lelah memikirkan beban hidupnya. Ibarat, dia seperti memikirkan masalah setiap manusia di dunia. Persis, seperti Atlas, seorang titan, yang memikul bumi karena hukuman dari Dewa Zeus. Otaknya kusut, mukanya masam, pikirannya pun selalu dipenuhi dengan rintangan dan hambatan.

Meski kesal jika kalimat ini diucap berulang-ulang. Namun, saya tetap menggali makna didalamnya. Kalimat ini adalah sebuah media penyemangat, ketika saya jatuh dalam kekusutan benang dunia, saat waktu tidak memberikan kesempatan saya untuk berbicara. Kalimat ini membuat saya mengerti bahwa hidup ini bukan untuk dipikirkan, namun dijalankan.

Dulu, ketika bekerja, saya adalah orang yang sangat serius. Melihat segala sesuatu dari sudut yang sangat sempit, namun kini saya berusaha menjadi orang yang santai. Ya, kepenatan dan stress akan menghujam kala problema menjadi darah yang mengalir dalam nadi saya. Tapi, orang itu selalu berkata “hidup ini apalah.” Dan, aku menjawab “yeah.”

Kini, hati saya tengah dihantui kekuatan yang tidak dikenal. Sebuah rona merah jambu yang selalu membuat mual perut, dan menyesakkan dada. Tiada yang saya pikirkan selain subjek dari kekuatan itu sendiri. Yang lain, saya anggap sebagai bumbu pemanis dan media untuk mencari pembenaran, bukan suatu pendapat yang diharapkan.

Terus terngiang dan terbayang di kala saya beraktivitas, di saat duduk di taman, di bergumul dengan ide-ide. Lamat-lamat, hal ini menjadi ancaman bagi hancurnya seluruh aspek kehidupan dan bisa pula menjadi senjata potensial untuk mengarung ombak kebisuan dunia yang tak bisa pecah hanya dengan teriakan yang kian lantang.

Saya berusaha untuk keluar dari situasi ini, namun belenggu terlampau kuat, tak bisa dilawan hanya dengan kata dan tekad. Hanya waktu yang bisa menyembuhkannya. Bisa dibilang, ini adalah luka yang menganga, dan saya menanti obat yang tepat untuk menyembuhkannya. Apakah obat itu? waktu yang bisa menjawabnya.

Tapi, saya mencoba bangkit dari keterpurukan, berupaya menyelami perspektif yang berbeda dari kisah ini, berusaha untuk merangkai kejadian demi kejadian yang bisa merujuk kepada simbol-simbol tertentu. Dan, hasil akhirnya adalah sebuah solusi, namun tetap saja, kesabaran menjadi kunci untuk menemukan solusi ini, sehingga tidak membuahkan hasil nihil.

Salah satu upaya ini adalah “hidup ini apalah.” Sebuah kalimat yang cukup membius, menghilangkan sejenak gundah gulana, dan memberhentikan sekejap arus liar yang deras mengalir dalam darah. Ini meski hanya bersifat temporary. Kembali lagi, ini adalah suatu masalah yang harus dipecahkan, dan bukan untuk dipikirkan dengan otak yang mengeras.

Sepintas, kalimat seperti ini cenderung mengejek Tuhan, memandang Dia dengan sebelah mata, dan berpikir “Semudah, itukah kita sebagai manusia memandang hidup, sebuah dimensi yang diciptakan-Nya dengan tingkat keseriusan yang tinggi dan tentunya dipikiran masak-masak oleh-Nya. Namun, manusia datang dan berkata hidup ini apalah.”

Ironis memang. Kendati begitu, inilah cara manusia dalam menjalankan hidup. Manusia selalu mencari cara paling gampang untuk menjalankan hidup yang sedemikian rumit menjadi lebih mudah. Ada yang memandang dari sudut kemudahan, dan ada yang berupaya menutupinya dengan berpikir serius.

Saya pun sempat berpikir kalimat ini membentuk sugesti bahwa setiap masalah pasti ada jalan keluarnya. Buat apa dipikirkan? Toh, nanti akan ditemukan solusinya. Sekali lagi, asalkan manusia itu bersabar. Setidaknya, inilah yang bisa saya lontarkan. Tetaplah semangat menghadapi hidup yang bagaikan benang kusut ini. Hidup ini apalah!

(ras/24012012)

1 comment:

Fifi said...
This comment has been removed by the author.