Friday, February 24, 2012

Taman Siswa

Sekolah adalah sebuah insitusi tempat anak-anak bermain dan belajar. Mereka pun menimba ilmu di balik meja dan kursi, tenggelam dalam tumpukan buku-buku. Sang guru mengajar dan memberikan ilmunya, dengan berbagai macam cara untuk menjelaskan kepada anak-anak tersebut. Apakah suasana ini yang diinginkan oleh mereka?

Sebuah ruangan membuat interaksi menjadi tidak bebas. Apa pasal? Ruangan memiliki dimensi yang terbatas, yakni lantai, dinding, dan atap. Meski ada jendela, hanya sinar dan suara-suara lirih yang menelusup ke dalam ruangan tersebut. Mereka bisa memandang keluar ruangan, namun tidak bisa menyentuh pemandangan tersebut.

Dahulu kala ketika Indonesia masih berupa negara yang sangat muda, ada seorang pahlawan pendidikan. Dia adalah Ki Hajar Dewantara. Pria yang membuat jargon "Tut Wuri Handayani" prihatin dengan pendidikan anak-anak bumiputera. Ketika mereka tidak bisa sekolah, karena pendidikan hanya diperuntukkan bagi anak-anak Belanda.

Alhasil, dengan segala kerendahan hati dan semangat jiwa raga, Ki Hajar Dewantara pun mendirikan institusi pendidikan pertama di Tanah Air bagi para bumiputera. Namanya adalah Taman Siswa. Kenapa namanya taman, bukan sekolah? Ki Hajar Dewantara ingin anak-anak bebas bermain dan belajar tanpa dibatasi oleh sekat.

Ya, orang-orang mengenal institusi pendidikan dengan sebuat "sekolah". Sebuah nama yang dibawa oleh orang-orang Belanda saat itu. Sebuah nama yang menggambarkan gedung atau bangunan dengan dimensi terbatas yang dipisahkan oleh banyak dinding. Anak-anak pun belajar dibalik meja dan kursi, tenggelam di antara tumpukan buku yang tebal.

Apakah kondisi ini yang diinginkan oleh anak-anak? Tempat dimana mereka dibatasi oleh ruang dan waktu. Sedangkan, anak-anak adalah sosok pribadi yang ingin terus bermain dan bebas kesana-kemari. Batasan-batasan inipun yang membuat mereka tidak bisa berinteraksi dengan alam dan pemandangan di sekitarnya.

Di sekolah, anak-anak tidak bisa berinteraksi dengan tumbuhan, serta pohon-pohon rindang. Mereka pun tidak bisa mendengar kicauan burung dan suara alam yang terus menari-nari dalam kedamaian. Di sekolah, mereka tidak bisa puas bermain. Mereka hanya dipersiapkan sebagai orang anak yang pintar. Ini kemauan mereka atau orang tua mereka?

"Wahai orang tua, biarkanlah anak-anakmu bebas bermain. Menghabiskan masa kanak-kanak, sebelum mereka beranjak dewasa. Jangan sampai kelak kalian melihat mereka sebagai pribadi dewasa, namun terperangkap dalam jiwa yang kekanak-kanakan."

(RAS/25022012)

No comments: